Sejarah Kerajaan Islam di Sumatera dan Malaka

Wilayah kepulauan Sumatera Indonesia sejak pertama kalinya ada, sudah menjadi tempat yang banyak disinggahi oleh para pendatang dari luar kepulauan Indonesia terutama yang datang dengan tujuan untuk berdagang. selain itu Sumatera adalah jalur yang strategis sebagai pelabuhan untuk jalur transportasi laut.


Selain sebagai tempat berlabuhnya kapal-kapal dagang para pendatang untuk berdagang, ternyata hal itu juga dimanfaatkan oleh para pedagang yang juga sebagai Mubaligh khususnya dari timur tengah untuk menyampaikan risalah ajaran Islam kepada penduduk lokal setempat.

Semakin hari semakin banyak penduduk lokal Nusantara yang tertarik dan menyatakan diri untuk masuk Islam, akibat banyaknya masyarakat yang masuk Islam, maka atas inisiatif mereka sendiri mereka membentuk suatu pemerintahan untuk mengatur kehidupan masyarakat muslim di daerah tersebut. Berikut adalah kerajaan Islam di Sumatera.

1. Kerajaan Islam Samudera Pasai 

Kerajaan Islam Samudera Pasai diperkirakan tumbuh berkembang antara tahun 1270 dan 1275 Masehi, atau pertengahan abad ke-13 Masehi. Kerajaan ini terletak lebih kurang 15 km di sebelah timur Lhokseumawe, Nanggroe Aceh Darussalam, dengan sultan pertamanya bernama Sultan Malik as-Shaleh (wafat tahun 696 H atau 1297 Masehi). 

Dalam kitab Sejarah Melayu dan Hikayat Raja-Raja Pasai, diceritakan bahwa Sultan Malik as-Shaleh sebelumnya adalah seorang kepala gampong (sebuah sistem pembagian wilayah administratif di Provinsi Aceh berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati). 

Samudera bernama Meurah Silu. Setelah menganut agama Islam, ia berganti nama menjadi Malik as-Shaleh. Berikut ini merupakan urutan para Raja-Raja yang memerintah di Kesultanan Samudera Pasai: 

1. Sultan Malik As-Shaleh (696 H/1297 M)
2. Sultan Muhammad Malik Zahir (1297-1326)
3. Sultan Mahmud Malik Zahir (± 1346-1383)
4. Sultan Zainal Abidin Malik Zahir (1383-1405)
5. Sultanah Nahrisyah (1405-1412)
6. Abu Zain Malik Zahir (1412)
7. Mahmud Malik Zahir (1513-1524). 

2. Kesultanan Aceh Darussalam 

Kerajaan Islam Aceh didirikan oleh Sultan Ali Mughayat Syah pada tahun 1530 Masehi, setelah melepaskan diri dari kekuasaan Kerajaan Pidie. Tahun 1564 Masehi, Kerajaan Aceh di bawah pimpinan Sultan Alaudin Al Kahar (1537-1568). 

Sultan Alaudin al-Kahar menyerang kerajaan Johor dan berhasil menangkap Sultan Johor, namun kerajaan Johor tetap berdiri dan menentang Aceh. Pada masa kerajaan Aceh dipimpin oleh Alaudin Riayat Syah, pasukan Belanda yang dipimpin oleh Cornelis de Houtman datang untuk meminta izin berdagang di Aceh. 

Penggantinya adalah Sultan Ali Riayat dengan panggilan Sultan Muda. Yang berkuasa dari tahun 1604-1607. Pada masa inilah, Portugis melakukan penyerangan karena ingin melakukan monopoli perdagangan di Aceh. Tapi usaha ini tidak berhasil. Setelah Sultan Muda digantikan oleh Sultan Iskandar Muda dari tahun 1607-1636, kerajaan Aceh mengalami kejayaan dalam perdagangan. 

Banyak terjadi penaklukan di wilayah yang berdekatan dengan Aceh seperti Deli (1612), Bintan (1614), Kampar, Pariaman, Minangkabau, Perak, Pahang, dan Kedah (1615-1619). Gejala kemunduran Kerajaan Aceh muncul saat Sultan Iskandar Muda digantikan oleh Sultan Iskandar Thani (Sultan Iskandar Sani) yang memerintah tahun 1637-1642. 

Iskandar Sani adalah menantu Sultan Iskandar Muda. Tak seperti mertuanya (Sultan Iskandar Muda), ia lebih mementingkan pembangunan dalam negeri dari pada ekspansi ke luar negeri. 

Dalam masa pemerintahannya yang singkat, empat tahun, Aceh berada dalam keadaan damai dan sejahtera, hukum syariat Islam ditegakkan, dan hubungan dengan kerajaan-kerajaan bawahan dilakukan tanpa tekanan politik ataupun militer.

3. Kesultanan Malaka

Kesultanan Malaka terbentuk pada abad ke-14 - abad ke-17 Masehi atau sekitar tahun (1402-1511), adalah sebuah kesultanan yang didirikan oleh Parameswara, seorang putera dari raja Sriwijaya yang melarikan diri dari perebutan Palembang oleh Majapahit. 

Pada 1402 Masehi, dia mendirikan sebuah ibu kota baru, Melaka yang terletak pada penyempitan Selat Malaka. Pada 1414 Masehi, dia berganti menjadi seorang Muslim dan menjadi Sultan Malaka. 

Kesultanan Malaka berkembang pesat menjadi sebuah entrepot dan menjadi pelabuhan terpenting di Asia Tenggara pada abad ke-15 dan awal 16. Kegemilangan yang dicapai oleh Kerajaan Melaka adalah daripada beberapa faktor yang penting. 

Parameswara telah mengambil kesempatan untuk menjalinkan hubungan baik dengan negara Cina ketika Laksamana Yin Ching mengunjungi Melaka pada tahun 1402. Malah, salah seorang daripada sultan Melaka telah menikahi seorang putri dari negara Cina yang bernama Putri Hang Li Po. 

Hubungan erat antara Melaka dengan Cina telah memberi banyak manfaat kepada Malaka. Malaka mendapat perlindungan dari negara Tiongkok yang merupakan sebuah kuasa besar di dunia untuk mengelakkan serangan Siam. 

Malaka diserang pasukan Portugis di bawah pimpinan Alfonso de Albuquerque pada 10 Agustus 1511 dan berhasil direbut pada 24 Agustus 1511 Masehi. Sultan Mahmud Syah melarikan diri ke Bintan dan mendirikan ibukota baru di sana. 

Pada tahun 1526 Masehi, Portugis membumihanguskan Bintan, dan Sultan kemudian melarikan diri ke Kampar, tempat dia wafat dua tahun kemudian. Putranya Muzaffar Syah kemudian menjadi sultan Perak, sedangkan putranya yang lain Alauddin Riayat Syah II mendirikan kerajaan baru yaitu Johor. 

Nama Nama Raja Kesultanan Malaka

1. Parameswara (1402-1424)
2. Sultan Muhammad Syah (1424-1444)
3. Sultan Muzaffar Syah (1444-1459)
4. Sultan Mansur Syah (1459-1477)
5. Sultan Alauddin Riayat Syah (1477-1488)
6. Sultan Mahmud Syah (1488-1528)

Demikianlah pembahasan mengenai sejarah kerajaan Islam di Sumatera. semoga ada ibrah dan manfaatnya.

Post a Comment for "Sejarah Kerajaan Islam di Sumatera dan Malaka"