Utang Itu Pemutus

Table of Contents

Dadanby - Manusia seringkali disebut sebagai makhluk sosial, itu dikarenakan sepanjang sejarah perjalanan hidupnya ia tak bisa lepas berhubungan dengan orang lain baik itu dari segi komunikasi serta koneksi dalam berbagai macam bidang kepentingan. Adapun hal yang paling pokok dalam berkehidupan sosial adalah adanya muamalah.

Berdasarkan pengertiannya, muamalah adalah sebuah hubungan manusia dalam interaksi sosial sesuai syariat, sebab manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup berdiri sendiri. Dalam hubungan dengan manusia lainnya, manusia dibatasi oleh syariat tersebut yang terdiri dari hak dan kewajiban. Adapun poin pentingnya terletak pada hak dan kewajiban pada sesama.

Dalam proses muamalah inilah akan banyak melahirkan terjadinya beragam permasalahan dalam kehidupan sosial yang juga disertai dengan pencarian solusinya. Adapun salah satu hal yang sangat kentara dalam kehidupan sosial adalah adanya kegiatan pinjam meminjam baik berupa barang ataupun berupa uang.

Apa Itu Utang?

Berdasarkan pengertiannya, utang adalah sesuatu yang dipinjam, baik berupa uang maupun benda. Seseorang yang meminjam disebut debitur, yang memberikan utang disebut kreditur, utang termasuk dalam pembayaran yang ditangguhkan waktunya. Islam sangat memperhatikan tentang masalah utang ini, sebab utang menjadi salah satu tolak ukur keselamatan dan tidaknya seseorang dari api neraka.

Allah Subhanahu Wata'ala, telah berfirman dalam kitab Al-Qur'an surat Al-Baqarah ayat 282, yang berbunyi :

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى فَاكْتُبُوْهُۗ وَلْيَكْتُبْ بَّيْنَكُمْ كَاتِبٌۢ بِالْعَدْلِۖ وَلَا يَأْبَ كَاتِبٌ اَنْ يَّكْتُبَ كَمَا عَلَّمَهُ اللّٰهُ فَلْيَكْتُبْۚ وَلْيُمْلِلِ الَّذِيْ عَلَيْهِ الْحَقُّ وَلْيَتَّقِ اللّٰهَ رَبَّهٗ وَلَا يَبْخَسْ مِنْهُ شَيْـًٔاۗ فَاِنْ كَانَ الَّذِيْ عَلَيْهِ الْحَقُّ سَفِيْهًا اَوْ ضَعِيْفًا اَوْ لَا يَسْتَطِيْعُ اَنْ يُّمِلَّ هُوَ فَلْيُمْلِلْ وَلِيُّهٗ بِالْعَدْلِۗ وَاسْتَشْهِدُوْا شَهِيْدَيْنِ مِنْ رِّجَالِكُمْۚ فَاِنْ لَّمْ يَكُوْنَا رَجُلَيْنِ فَرَجُلٌ وَّامْرَاَتٰنِ مِمَّنْ تَرْضَوْنَ مِنَ الشُّهَدَۤاءِ اَنْ تَضِلَّ اِحْدٰىهُمَا فَتُذَكِّرَ اِحْدٰىهُمَا الْاُخْرٰىۗ وَلَا يَأْبَ الشُّهَدَۤاءُ اِذَا مَا دُعُوْا ۗ وَلَا تَسْـَٔمُوْٓا اَنْ تَكْتُبُوْهُ صَغِيْرًا اَوْ كَبِيْرًا اِلٰٓى اَجَلِهٖۗ ذٰلِكُمْ اَقْسَطُ عِنْدَ اللّٰهِ وَاَقْوَمُ لِلشَّهَادَةِ وَاَدْنٰىٓ اَلَّا تَرْتَابُوْٓا اِلَّآ اَنْ تَكُوْنَ تِجَارَةً حَاضِرَةً تُدِيْرُوْنَهَا بَيْنَكُمْ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ اَلَّا تَكْتُبُوْهَاۗ وَاَشْهِدُوْٓا اِذَا تَبَايَعْتُمْ ۖ وَلَا يُضَاۤرَّ كَاتِبٌ وَّلَا شَهِيْدٌ ەۗ وَاِنْ تَفْعَلُوْا فَاِنَّهٗ فُسُوْقٌۢ بِكُمْ ۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗ وَيُعَلِّمُكُمُ اللّٰهُ ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ

Artinya : Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu berutang piutang untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu mencatatnya. Hendaklah seorang pencatat di antara kamu menuliskannya dengan benar. Janganlah pencatat menolak untuk menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajar-kan kepadanya. Hendaklah dia mencatat(-nya) dan orang yang berutang itu mendiktekan(-nya). Hendaklah dia bertakwa kepada Allah, Tuhannya, dan janganlah dia menguranginya sedikit pun. Jika yang berutang itu orang yang kurang akalnya, lemah (keadaannya), atau tidak mampu mendiktekan sendiri, hendaklah walinya mendiktekannya dengan benar. Mintalah kesaksian dua orang saksi laki-laki di antara kamu. Jika tidak ada (saksi) dua orang laki-laki, (boleh) seorang laki-laki dan dua orang perempuan di antara orang-orang yang kamu sukai dari para saksi (yang ada) sehingga jika salah seorang (saksi perempuan) lupa, yang lain mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu menolak apabila dipanggil. Janganlah kamu bosan mencatatnya sampai batas waktunya, baik (utang itu) kecil maupun besar. Yang demikian itu lebih adil di sisi Allah, lebih dapat menguatkan kesaksian, dan lebih mendekatkan kamu pada ketidakraguan, kecuali jika hal itu merupakan perniagaan tunai yang kamu jalankan di antara kamu. Maka, tidak ada dosa bagi kamu jika kamu tidak mencatatnya. Ambillah saksi apabila kamu berjual beli dan janganlah pencatat mempersulit (atau dipersulit), begitu juga saksi. Jika kamu melakukan (yang demikian), sesungguhnya hal itu suatu kefasikan padamu. Bertakwalah kepada Allah, Allah memberikan pengajaran kepadamu dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (Qs. Al-Baqarah ayat 282)

Dalam ayat tersebut, Allah Subhanahu Wata'ala mengingatkan hambanya agar senantiasa mencatat jumlah nominal utang tersebut baik itu kecil maupun besar. Kenapa hal ini perlu dilakukan karena manusia kadang menjadi suka lupa, pelupa, pura-pura lupa atau bahkan sengaja melupakan perihal utang tersebut. 

Apakah Utang Harus Ditagih?

Ternyata menagih utang itu wajib, sebab hal tersebut akan mengingatkan dan juga akan menyelamatkan jiwanya nanti di akhirat kelak, karena bagaimanapun utang wajib dibayar sebelum ia meninggal. Dengan adanya utang ini turut pula melahirkan masalah baru yang tak kalah penting yakni putusnya tali silaturahmi dalam pertemanan sebagai akibat lalai dalam membayar utang.

Pepatah lama mengatakan : Jika kerbau yang dipegang adalah tali hidungnya, adapun manusia yang dipegang adalah janjinya. Apa hubungannya pepatah ini dengan utang piutang? Tentunya ada, bagaimanapun terjadinya utang piutang terjadi selalu diiringi dengan sebuah ikatan janji, yakni berjanji akan membayar dan melunasi utang sesuai dengan perjanjian yang telah dibuat dan disepakati kedua belah pihak.

Menunda Bayar Utang Padahal Sudah Mampu

Lalu bagaimana jika ada orang yang sudah dianggap mampu bayar utang tapi ia enggan untuk membayarkan utangnya? ternyata masalah ini masuk kedalam kategori kezaliman, bahwa ia telah berlaku zalim pada sesamanya. Bahkan yang punya utang menganggap bahwa orang yang dihutanginya itu dianggap orang yang mampu.

Anggapan yang salah kaprah bahwa menunda-nunda bayar utang pada orang yang dihutangi karena orang tersebut dianggap orang yang mampu. Mungkin saja kreditur itu percaya karena uang atau barangnya itu akan dikembalikan sesuai dengan janji kesepakatan yang telah dibuatnya, meskipun uang tersebut sebenarnya akan digunakan.

Utang piutang termasuk kedalam haqqul adami yakni urusan antara sesama manusia, bahwa terjadinya dosa karena utang tidaklah cukup dengan membaca istighfar kepada Allah Subhanahu Wata'ala, namun harus pula diringi dengan menunaikan kewajibannya. Dalam utang terdapat tanggung jawab, dan bentuk tanggung jawabnya itu adalah tidak menunda membayar utang tatkala sudah mampu untuk membayarkannya sesuai waktunya. Wallaahu a'lam.
Dan's
Dan's العِلْمُ صَيْدٌ وَ الْكِتَابَةُ قَيْدُهُ

Post a Comment