2 Ulama Ilmu Tafsir dan Karyanya Masa Dinasti Abbasiyah

Table of Contents

Dadanby - Dinasti Abbasiyah merupakan masa-masanya kejayaan Islam atau yang sering disebut dengan julukan Golden Age. Luasnya daerah pemerintahan membentang luas dari tanah Jazirah Arabia keluar sampai ke daerah-daerah Eropa. Hal ini menjadikan Dinasti Abbasiyah memiliki sumber daya alam dan sumber daya manusia yang kaya.

Dengan adanya kemajuan-kemajuan dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan masa Dinasti Abbasiyah, maka Baghdad sebagai kota dan pusat ilmu pengetahuan baik agama maupun umum dan telah menjadi tempat tujuan sebagai rujukan orang-orang yang datang dari luar untuk belajar menuntut ilmu disana, terutama untuk berguru pada dua ulama ilmu tafsir yang saat itu sangat terkenal. 

Berikut adalah dua Ulama ilmu Tafsir dan karyanya pada masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah.

1. Imam Ibnu Jarir At-Tabari

Nama lengkapnya Abu Ja'far Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Katsir bin Ghalib Al-Amali At-Tabari, lebih dikenal sebagai Ibnu Jarir atau At-Tabari. Lahir di daerah Amol, Tabaristan (sebelah selatan Laut Kaspia) pada tahun 838 Masehi. Hidup dan tumbuh di lingkungan keluarga berada dan perhatian penuh terhadap pendidikan, terutama bidang keagamaan. 

Pada masanya, perkembangan kebudayaan Islam di bidang ilmu pengetahuan sedang mengalami kejayaan dan kemajuannya. Kondisi ini semakin mengembangkan kecintaannya terhadap ilmu pengetahuan. Kegiatan menghafal Al-Qur’an dimulainya sejak usia 7 tahun, dan melakukan pencatatan hadits dimulai sejak usia 9 tahun. 

Semangatnya luar biasa dalam menuntut ilmu sekaligus juga semangat untuk melakukan ibadah. Pada usia 8 tahun, memperoleh kepercayaan menjadi imam shalat.

Ia melakukan perjalanan keilmuan ke kota Ray, Baghdad, Suriah dan juga di Mesir. Ke kota Ray berguru kepada al-Razi, di bidang Hadist kepada Al-Musanna bin Ibrahim al-Ibili. Ke Baghdad ingin berguru kepada Ahmad bin Hanbal, sayang sesampainya disana ternyata telah wafat. Kemudian menuju dua kota besar di selatan Baghdad, yakni Basrah dan Kufah. 

Di Basrah ia berguru kepada Muhammad bin’Abd Al-A’la Al-San’ani (w. 245 Hijriyah 859 Masehi), Muhammad bin Musa Al-Harasi (w. 248 Hijriyah 862 Masehi) dan Abu Al-‘As’as Ahmad bin Al-Miqdam (w. 253 Hijriyah 857 Masehi), dan Abu Al-Jawza’ Ahmad bin ‘Usman (w. 246 Hijriyah 860 Masehi). 

Khusus di bidang tafsir ia berguru kepada seorang Basrah Humayd bin Mas’adah dan Bisr bin Mu’az Al-‘Aqadi (w.akhir 245 Hijriyah 859-860 Masehi), meski sebelumnya pernah banyak menyerap pengetahuan tafsir dari seorang Kufah Hannad bin Al-Sari (w. 243 Hijriyah 857 Masehi).

Setelah beberapa waktu di dua kota tersebut, kemudian kembali ke Baghdad dan menetap untuk waktu yang lama. Ia memusatkan perhatian pada qira’ah (cara baca) dan fiqh dengan bimbingan guru, seperti Ahmad bin Yusuf Al-Sa’labi, Al-Hasan Ibnu Muhammad Al-Sabbah Al-Za’farani dan Abi Sa’id al-Astakhari. 

Kemudian, melakukan perjalanan keilmuan lagi ke berbagai kota untuk mendalami gramatika, sastra dan qira’ah. Hamzah dan Warasy termasuk orang-orang yang memberikan kontribusi ilmunya kepada At-Tabari. Keduanya tidak saja dikenal di Baghdad, tetapi juga di Mesir, Syam, Fustat, dan Beirut. 

Dorongan kuat untuk menulis kitab tafsir diberikan oleh salah seorang gurunya Sufyan Ibnu ‘Uyainah dan Waqi’ Ibnu Al-Jarrah, Syu’bah bin Al- Hajjaj, Yazid bin Harun dan ‘Abd Ibnu Hamid.
At-Tabari banyak menulis kitab berkaitan dengan berbagai bidang ilmu, seperti ilmu Tafsir, Ilmu Sejarah, Hadist, hukum, teologi, etika, dan lain-lain. 

Karya-karya Imam Ibnu Jarir at-Tabari

Tarikh ar-Rusul wa al-Muluk (Sejarah Para Rasul dan Raja), atau lebih dikenal sebagai Tarikh at-Tabari. Kitab ini berisi sejarah dunia hingga tahun 915, dan terkenal karena keakuratannya dalam menuliskan berbagai peristiwa dalam sejarah Arab dan Muslim.

Karya lainnya yang juga terkenal berupa Tafsir al Quran bernama Tafsir Al-Tabari, yang sering digunakan sebagai sumber oleh para pemikir muslim lainnya, seperti Baghawi, As-Suyuthi dan juga Ibnu Katsir. Imam At-Tabari wafat pada hari Senin, 27 Syawal 310 Hijriyah  bertepatan dengan 17 Pebruari 923 Masehi dalam usia 85 tahun.

2. Imam Ibnu Katsir

Nama lengkapnya, Imaduddin Isma’il bin, Umar bin Katsir Al-Qurasyi Al-Bushrawi, dilahirkan di Mijdal, sebuah tempat di kota Bashrah pada tahun 701 Hijriyah 1302 Masehi). Ayahnya, seorang khatib dan meninggal ketika Ibnu Katsir baru berusia empat tahun. Selanjuntnya, diasuh dan dididik oleh kakaknya, Syaikh Abdul Wahhab. 

Pada usia lima tahun diajak pindah ke Damsyik, negeri Syam pada tahun 706 Hijriyah. Adapun ulama-ulama yang pernah menjadi guru Imam Ibnu Katsir tempat menimba ilmu, antara lain:
  1. Syaikh Burhanuddin Ibrahim bin Abdirrahman Al-Fazari yang terkenal dengan nama Ibnul Farkah (wafat 729 Hijriyah)
  2. Di Damsyik Syria, beliau belajar dengan Isa bin Al-Muth’im
  3. Ahmad bin Abi Thalib, terkenal dengan nama Ibnu Syahnah (walat 730 Hijriyah)
  4. Ibnul Hajjar yang (wafat 730 Hijriyah)
  5. Baha-uddin al-Qasim bin Muzhaffar Ibnu Asakir, ahli hadis negeri Syam yang wafat pada tahun 723 Hijriyah
  6. Ibnu Asy-Syirazi
  7. Ishaq bin Yahya Al-Amidi Afifuddin ulama Zhahiriyah (wafat 725 Hijriyah)
  8. Muhammad lbnu Zarrad, menyertai Syaikh Jamaluddin Yusuf bin Az-Zaki Al’Mizzi (wafat 742 Hijriyah), beliau mendapat banyak faedah dan menimba ilmu darinya dan akhirnya beliau menikahi puterinya.
  9. Syaikhul Islam Taqiyyuddin Ahmad bin Abdil Halim bin Abdis Salam bin Taimiyyah (wafat 728 Hijriyah)
  10. Syaikh al-Hafizh, seorang ahli tarikh (sejarah), Syamsuddin Muhammad bin Ahmad bin ‘Utsman bin Qayimaz Adz-Dzahabi (wafat pada tahun 748 Hijriyah).
  11. Ulama Mesir yang memberi beliau ijazah adalah Abu Musa al-Qarafi
  12. Abul Fath Ad-Dabbusi
  13. Ali bin Umar As-Sawani
Beberapa pandangan para ulama tentang Ibnu Katsir, diantaranya Al-Hafizh Adz-Dzahabi dalam Al-Mu’jam al-Mukhtashsh mengatakan: “Ia adalah seorang imam lagi pemberi fatwa, ahli hadis yang pakar, ahli fiqih yang berwawasan luas, ahli tafsir dan memiliki banyak tulisan yang bermanfaat.” 

Al-Hafizh Ibnu Hajar al-’Asqalani dalam ad-Duraral-Kaaminah mengatakan:

“Ia selalu menyibukkan diri dengan Hadits, menelaah matan dan Rijal Hadits. Beliau adalah orang yang memiliki hafalan yang banyak, kecerdasannya bagus, memiliki banyak karya tulis semasa hidupnya dan telah memberikan manfaat yang sangat banyak kepada orang-orang selepas meninggal.”

Murid-murid yang pernah belajar kepadanya sangatlah banyak, diantaranya adalah Ibnu Haji. 

Karya-Karya Imam Ibnu Katsir
  1. Tafsir al-Qur'an, kitab tafsir dengan riwayat, telah diterbitkan berulang kali dan telah dirigkas oleh banyak ulama.
  2. Al Bidaayah wan Nihayah, terdiri dari 14 jilid, berisi kisah-kisah para Nabi dan umat-umat terdahulu, sirah Nabawiyah, sejarah Islam. 
  3. At Takmiil fi Ma’rifatis Siqat wa Dhu’afa wal Majaahil. Di dalamnya terangkum dua kitab dari tulisan guru beliau, yaitu al-Mi zzi dan adz-Dzahabi (Tahdzibul Kamal fi Asma Rijal) dan (Liizan I’tidal fii Naqdir Rijal) dengan disertai beberapa tambahan yang bermanfaat dalam masalah al-jarh wat ta’dil.
  4. Jami’ al Masanid, berisi Musnad Imam bin Hanbal, Al-Bazzar, Abu Ya’la Al-Mushili, Ibnu Abi Syaibah, beserta Kutubus Sittah. Disusun berdasarkan bab-bab fiqih
  5. Thabaqaat asy-Syafi’iyyah, berisi biografi Imam Asy-Syafi’i.
  6. Sirah Nabawiah, berisi sejarah Nabi Muhammad saw.
Menurut Al-Hafizh Ibnu Hajar al-’Asqalani, Ibnu Katsir hilang penglihatan di akhir hayatnya dan wafat di Damaskus, Syam pada tahun 77 4 Hijriyah 1373 Masehi.

Demikianlah pembahasan tentang 2 Ulama Ilmu Tafsir dan Karyanya masa Dinasti Abbasiyah, semoga ada ibrah dan pelajaran buat kita semua dimasa kini dan yang akan datang.