Perkembangan Ilmu Agama pada Masa Dinasti Abbasiyah
Kemajuan dan perkembangan Ilmu agama pada masa Dinasti Abbasiyah berkembang sangat pesat, apalagi setelah berdirinya lembaga kajian Ilmu yang terhimpun dalam lembaga yang bernama Bait Al-Hikmah yang berdiri di kota Baghdad, sebagai tempat kajian ilmu-ilmu pengetahuan, baik ilmu pengetahuan umum maupun ilmu pengetahuan agama.
1. Imam Bukhari, karyanya adalah kitab Jami’ Sahih Al-Bukhari.
2. Imam Muslim, kitab karangannyaSahih Muslim.
3. Ibnu Majah, karyanya Sunan Ibnu Majah.
4. Abu Dawud, karyanya Sunan Abu Dawud.
5. Imam Tirmizi, karyanya Sunan At-Tirmizi.
6. Imam Nasa’i, karyanya Sunan An-Nasa’i
Kajian Ilmu-ilmu baru yang dikaji adalah ilmu yang berkaitan dengan ajaran Islam, seperti kajian kitab- hadist dan kitab al-Qur’an. Sebenarnya Ilmu-ilmu agama telah berkembang sejak masa berdirinya kekuasaan Dinasti Bani Umayyah.
Akan tetapi, pada masa Dinasti Abbasiyah mengalami perkembangan dan kemajuan yang luar biasa. Dimasa inilah banyak melahirkan ulama-ulama besar beserta karya-karyanya yang agung dalam berbagai bidang ilmu agama yang sampai saat ini masih menjadi rujukan dalam kajian ilmu ajaran agama Islam diberbagai belahan dunia.
1. Perkembangan Ilmu Hadits
Ilmu Hadist merupakan sumber hukum kedua setelah al-Qur’an. Hadits yang merupakan tradisi lisan sejak masa Rasulullah, sahabat hingga tabi’in telah mengalami banyak permasalahan. Diantaranya adalah pemisahan antara Hadist dengan qaul sahabat, klasifikasi Hadist, dan pemalsuan Hadist. Untuk mengatasi hal tersebut, para ulama melakukan penelusuran dan pengklasifikasian Hadits-hadist Rasul tersebut.
Dalam sejarah perkembangan ilmu Hadist, kodifikasi dan klasifikasi terhadap Hadist sudah dimulai pada masa Dinasti Bani Umayah, di bawah kekhalifahan Umar bin Abdul Aziz. Selanjutnya pada masa Dinasti Abbasiyah dilakukan kodifikasi Hadist-hadist didasarkan pada metode kritik matan dan kritik sanad.
Untuk menentukan keabsahan dan keotentikan suatu Hadist para ulama meneliti dan mengkaji dengan sungguh-sungguh hadist dari segi sanad, rawi, dan matan (sifat dan bentuk hadist. Para ulama Hadist kemudian menghimpun Hadist-hadist rasul ke dalam berbagai kitab, berupa Sahih, Sunan dan musnad.
Usaha ini diawali oleh Ishak bin Rawaih (guru Imam Bukhari), yang meminta murid-muridnya untuk menulis kitab yang menghimpun hadis-hadis shahih. Imam Bukhari dan Muslim kemudian menulis kitab Sahih Bukhari dan Sahih Muslim. Berikutnya Abu Dawud, Tirmizi, Nasa'i dan Ibnu Majah yang menyusun kitab Sunan.
Dari dua kitab Sahih dan empat Sunan, disebut dengan Kutubus-sittah (Enam Kitab Induk Hadis). Adapun kitab musnad disusun oleh Ahmad bin Hanbal, Musa Al-Abasi, Musaddad al-Basri Asad bin Musa dan Nu'aim bin Hamad al-khaza'i.
Di antara kitab-kitab Hadist yang berkembang, kutubusittah merupakan salah satu di antara kitab hadis yang paling populer dan mendapat perhatian luas dari masyarakat. Di antara ulama bahkan mengatakan tidak ada kitab yang paling sahih setelah al-Qur’an selain kitab Shahih Al-Bukhari. Anggapan ulama bahwa kitab Shahih Imam al-Bukhari ini memiliki akurasi yang tinggi, bukan tanpa alasan.
Tetapi, memang dipahami dari metode Imam al-Bukhari sendiri di dalam menyeleksi Hadist-hadist yang dimasukan ke dalam kitab Shahih-nya. Dengan demikian pada masa kejayaan Dinasti Abbasiyah meninggalkan khazanah yang yang tak ternilai harganya yakni, para ahli Hadist yang termashur.
1. Imam Bukhari, karyanya adalah kitab Jami’ Sahih Al-Bukhari.
2. Imam Muslim, kitab karangannyaSahih Muslim.
3. Ibnu Majah, karyanya Sunan Ibnu Majah.
4. Abu Dawud, karyanya Sunan Abu Dawud.
5. Imam Tirmizi, karyanya Sunan At-Tirmizi.
6. Imam Nasa’i, karyanya Sunan An-Nasa’i
2. Perkembangan llmu Tafsir
Pada masa Abbasiyah kajian ilmu tafsir mengalami perkembangan yang sangat pesat dengan dilakukannya penafsiran secara sistematis, mandiri dan komprehensif, terpisah dari hadist. Pada masa ini terdapat dua cara yang ditempuh oleh para mufassir dalam melakukan penafsira ayat-ayat al-Qur’an.
Pertama, metode Tafsir bil Ma’tsur, yaitu metode penafsiran oleh sekelompok mufassir dengan cara memberi penafsiran al-Qur’an dengan hadits dan penjelasan para sahabat.
Kedua, Tafsir bi Al-Ro’yi, yaitu penafsiran berdasarkan ijtihad. (akal lebih banyak dari pada Hadist). Tokohnya-tokohnya adalah Abu Bakar Al-Asham (w 240 H) dan Abu Muslim Al-Asfahani (w. 322 H). Corak penafsiran bil Ar-Ra’yi ini kemudian melahirkan kelompok-kelompok yang tidak terikat oleh Hadist maupun perkataan sahabat, dan mendapatkan perkembangan ilmu baru yang disebut Ilmu Kalam.
Tokoh-tokoh ilmu tafsir, di antaranya:
Al-Subhi (w.127 H), Muqatil Bin Sulaiman (w.150 H), Muhammad Bin Ishaq, dan yang cukup termasyhur adalah At-Tabari. Nama lengkap Abu Ja'far Muhammad At-Tabari. at-Tabari menyusun kitab tafsir berjudul Jami' Al-Bayan fi Tafsir al-Qur'an (Himpunan Penjelasan dalam al-Qur'an) yang corak penafsiran adalah tafsir bil ma'tsur (penafsiran dengan menyandarkan pada ayat al-Qur'an, hadis dan ijtihad sahabat).
Untuk membela Islam dengan bersenjatakan filsafat karena semua masalah termasuk masalah agama, telah berkisar dari pola rasa kepada pola akal dan ilmu.
3. Perkembangan Ilmu Fikih
Dalam sejarah perkembangan Ilmu fikih, pada masa Dinasti Abbasiyah mengalami perkembangan gemilang. Dipandang sebagai periode kesempurnaan, yakni periode munculnya imam-imam mujtahid besar. Pada masa ini juga disebut sebagai periode pembinaan dan pembukuan hukum Islam. Penulisan dan pembukuan hukum Islam dilakukan secara intensif, baik berupa penulisan Hadist-hadist nabi, fatwa-fatwa para sahabat dan tabi’in, tafsir al-Qur’an, kumpulan pendapat-pendapat imam-imam fiqih, dan penyusunan ilmu ushul fiqh.
Munculah ulama yang dikenal dengan sebutan “Empat Imam Mazhab’’, yang menyusun kitab-kitab fiqih terkenal dan mengembangkan faham/mazhabnya, yaitu Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i, dan Imam Ahmad bin Hambal.
2. Imam Malik, karyanya Kitab Al-Muwatta’, dan Al-Usul As-Sagir.
3. Imam Syafi’i, karyanya Al-Umm, Al-Ar-Risalah, dan Usul Fiqih.
4. Imam Ahmad Ibnu Hambal, karyanya Al-Musnad, Jami’ As-Sagir, dan Jami’ Al-Kabir.
Fuqaha (ahli fiqih) dibagi menjadi dua golongan yaitu :
1. Ahl al-hadis yaitu golongan yang menyadarkan kepada hadis dalam mengambil hukum (istinbath al-hukum)
2. Ahl al-Ra’yi adalah golongan yang menggunakan akal di dalam mengambil hokum (istinbath al-hukm). Tokoh dalam bidang ini adalah Imam Abu Hanifah.
Diantara faktor lain yang sangat menentukan pesatnya perkembangan ilmu fiqh khususnya atau ilmu pengetahuan umumnya, pada periode ini adalah sebagai berikut:
1. Ahl al-hadis yaitu golongan yang menyadarkan kepada hadis dalam mengambil hukum (istinbath al-hukum)
2. Ahl al-Ra’yi adalah golongan yang menggunakan akal di dalam mengambil hokum (istinbath al-hukm). Tokoh dalam bidang ini adalah Imam Abu Hanifah.
Diantara faktor lain yang sangat menentukan pesatnya perkembangan ilmu fiqh khususnya atau ilmu pengetahuan umumnya, pada periode ini adalah sebagai berikut:
1. Adanya perhatian pemerintah (khalifah) yang besar tehadap ilmu fiqh khususnya.
2. Adanya kebebasan berpendapat dan berkembangnya diskusi-diskusi ilmiah diantara para ulama.
3. Telah terkodifikasinya referensi-referensi utama, seperti al-Qur’an (pada masa khalifah rasyidin), Hadist (pada masa Khalifah Umar Ibn Abdul Aziz), Tafsir dan Ilmu tafsir pada abad pertama hijriah, yang dirintis Ibnu Abbas (w.68H) dan muridnya Mujahid(w104H) dan kitab-kitab lainnya.
4. Perkembangan Ilmu Tasawuf
Semakin berkembangnya kecenderungan pemikiran yang bersifat filosofis menimbulkan gejolak pemikiran diantara umat Islam, sehingga banyak diantara para pemikir muslim mencoba mencari bentuk gerakan lain, diantaranya gerakan yang kemudian disebut dengan tasawuf. Ilmu tasawuf adalah ilmu syariat yang inti ajarannya menjauhkan diri dari kesenangan dunia dan mendekatkan diri kepada Allah.
Upaya menjauhkan diri dari kesenangan duniawi yang menggoda dan hanya mendekatkan diri kepada Allah dalam tradisi tasawuf dilakukan melalui jalan atau tahapan-tahapan yang disebut maqam.
Tahapan atau Maqam yang mesti dilalui para Sufi
1. Zuhud, adalah kehidupan yang telah terbebas dari silaunya duniawi. Tokoh yang masuk kategori ini adalah Sufyan As-Sauri (97-161 H/716-778 M), Abu Hasyim (w. 190 H)
2. Mahabbah, adalah rasa cinta yang sangat mendalam kepada Allah SWT. Tokoh terkenal adalah Rabi’ah A-Adawiyah (w. 185 H/801 M)
3. Ma’rifat, adalah pengalaman ketuhanan. Pada ucapan Zun Nun Al-Misri dan Junaid Al-Baghdadi. Zun Nun Al-Misri lahir di Akhmim pada tahun 155-245 H / 772-860 Masehi.
4. Fana dan baqa, adalah suatu keadaan dimana seorang sufi belum dapat menyatukan dirinya dengan Tuhan sebelum menghancurkan dirinya. Tokoh pertama kali adalah Abu Yazid al-Bustami (w.874 M).
5. Ittihad dan hulul, adalah fase dimana seorang sufi telah merasakan dirinya bersatu dengan Tuhan. Tokohnya adalah Abu Yazid al-Bustami
Tokoh-tokoh sufi terkenal lainnya, yang memberikan sumbangan besar dalam karya tasawuf adalah: Al-Ghazali diantara karyanya dalam ilmu tasawuf adalah Ihya ulum al-din, llmu Tasawuf, al-Bashut, al- Wajiz, Al-Qusyairy (wafat 465 H), karyanya : Ar-Risalatul Qusyairiyah, Syahabuddin (wafat 632 H), karangannya, Awariful Ma’arif.
Demikianlah pembahasan tentang perkembangan ilmu Agama pada masa Dinasti Abbasiyah. Semoga bermanfaat.
Post a Comment for "Perkembangan Ilmu Agama pada Masa Dinasti Abbasiyah"