Tradisi Kebiasaan Budaya Islami Daerah Jawa


Dadanby - Sejak pertama kalinya Islam masuk ke wilayah nusantara di bawa oleh para pedagang yang datang dari tanah Arab, para pembawa ajaran Islam itu tidak menghapus atau melarang tradisi-tradisi yang ada di masyarakat setempat yang mereka temui, justru mereka masuk melalui tradisi yang biasa penduduk setempat lakukan.

Cara-cara damai yang dilakukan para pendahulunya, kemudian dilakukan oleh para Wali Songo, para Walisongo masuk ke Jawa melalui akulturasi budaya Jawa dengan Islam yang menghasilkan budaya Jawa bernuansa Islami. 

Di daerah Jawa, setiap ada musibah atau sesuatu yang menyenangkan seperti perkawinan, sakit, panen padi, menanam padi selalu mengadakan upacara selamatan. Selamatan dilakukan sebagai rasa syukur, dengan permohonan agar selalu mendapatkan keselamatan. 

Sebelum Islam masuk ke Jawa pelaksanaan selamatan biasanya dimulai dengan bacaan mantra-mantra, namun setelah Islam masuk ke Jawa, selamatan dikemas Islami, seperti dengan tahlilan, pengajian. Berikut adalah tradisi kebiasaan budaya islami daerah Jawa, diantaranya : 

1. Upacara Tahlilan 

Tahlilan adalah upacara kenduri atau selamatan untuk berdoa kepada Allah dengan membaca surat Yasin dan beberapa surat dan ayat pilihan lainnya, diikuti kalimat-kalimat tahlil (laa ilaaha illallah), tahmid (alhamdulillah) dan tasbih (subhanallah). 

Biasanya diselenggarakan sebagai ucapan syukur kepada Allah Swt. (tasyakuran) dan mendoakan seseorang yang telah meninggal dunia pada hari ke 3, 7, 40, 100, 1.000 dan khaul (tahunan). Tradisi ini berasal dari kebiasaan orang-orang Hindu dan Buddha yaitu kenduri, selamatan, dan sesaji. 

Dalam agama Islam tradisi ini tidak dapat dibenarkan karena mengandung kemusyrikan. Dalam tahlilan sesaji digantikan dengan berkat atau nasi dan lauk-pauk yang dibawa pulang oleh peserta. 

Ulama yang mengubah tradisi ini adalah Sunan Kalijaga dengan maksud agar orang yang baru masuk Islam tidak terkejut karena harus meninggalkan tradisi mereka, sehingga mereka kembali ke agamanya semula. 

2. Upacara Gerebeg Maulud 

Acara ini merupakan puncak peringatan Maulud. Pada malam tanggal 11 Rabiul Awal ini Sri Sultan beserta pembesar kraton Yogyakarta hadir di masjid Agung. Dilanjutkan pembacaan-pembacaan riwayat Nabi dan ceramah agama. 

3. Takbiran 

Takbiran dilakukan pada malam 1 Syawal (Idul Fitri) dengan mengucapkan takbir bersama-sama di masjid/mushalla ataupun berkeliling kampung (takbir keliling). 

4. Penanggalan Hijriyah 

Masuknya agama Islam ke Indonesia, secara tidak langsung membawa pengaruh pada sistem penanggalan. Agama Islam menggunakan perputaran bulan, sedangkan kalender sebelumnya menggunakan perputaran matahari. 

5. Upacara Grebek 

Grebeg adalah sebuah tradisi Jawa untuk mengiringi para raja atau pembesar kerajaan. Grebek pertama kali diselenggarakan oleh keraton Yogyakarta oleh Sultan Hamengkubuwana ke-1. Grebek dilaksanakan saat Sultan memiliki hajat dalem berupa menikahkan putra mahkotanya. 

Grebek di Yogyakarta diselenggarakan 3 tahun sekali yaitu: 

Pertama, grebek pasa, syawal diadakan setiap tanggal 1 Syawal bertujuan untuk menghormati Bulan Ramadhan dan Lailatul Qadr. 

Kedua, grebek besar, diadakan setiap tanggal 10 dzulhijjah untuk merayakan hari raya kurban dan 

Ketiga, grebek maulud setiap tanggal 12 Rabiul awal untuk memperingati hari Maulid Nabi Muhammad Saw. 

Selain kota Yogyakarta yang menyelenggarakan pesta grebek adalah kota Solo, Cirebon, dan Demak. 

6. Upacara Sekaten 

Sekaten adalah tradisi membunyikan musik gamelan milik keraton. Pertama kali terjadi di pulau Jawa. Tradisi ini sebagai sarana penyebaran agama Islam yang pada dilakukan oleh Sunan Bonang. 

Dahulu setiap kali Sunan Bonang membunyikan gamelan diselingi dengan lagu-lagu yang berisi tentang agama Islam serta setiap pergantian pukulan gamelan diselingi dengan membaca syahadatain, yang pada akhirnya tradisi ini disebut dengan sekaten. Maksud dari sekaten adalah syahadatain. 

Sekaten juga biasanya bersamaan dengan acara grebek maulud. Puncak dari acara sekaten adalah keluarnya sepasang Gunungan dari Masjid Agung setelah didoakan oleh ulama-ulama keraton. 

Banyak orang yang percaya, siapapun yang mendapatkan makanan baik sedikit ataupun banyak dari Gunungan itu akan mendapatkan keberkahan dalam kehidupannya. Beberapa hari menjelang dibukanya sekaten diselenggarakan pesta rakyat. 

7. Upacara Selikuran 

Maksudnya adalah tradisi yang diselenggarakan setiap malam tanggal 21 Ramadhan. Tradisi tersebut masih berjalan dengan baik di Keraton Surakarta dan Yogyakarta. Selikuran berasal dari kata selikur atau dua puluh satu. 

Perayaan tersebut dalam rangka menyambut datangnya malam Lailatul Qadar, yang menurut ajaran Islam lailatul qadar hadir pada 1/3 terakhir bulan ramadhan. 

8. Upacara Megengan atau Dandangan 

Upacara untuk menyambut datangnya bulan Ramadhan. Kegiatan utamanya adalah menabuh bedug yang ada di masjid sebagai tanda bahwa besok hari sudah memasuki bulan Ramadhan dan semua wajib melaksanakan puasa. Upacara tersebut masih terpelihara di daerah Kudus dan Semarang. 

9. Upacara Suranan 

Suranan dalam penanggalan Islam adalam bulan Muharam. Pada bulan tersebut masyarakat berziarah ke makam para Wali. Selain itu mereka membagikan makanan khas berupa bubur sura yang melambangkan tanda syukur kepada Allah Swt. 

10. Tradisi Nyadran 

Nyadran adalah tradisi Jawa yang bertujuan untuk menghormati orang tua atau leluhur mereka, dengan melakukan ziarah kubur dan mendoakan arwah mereka. Di daerah lain nyadran diartikan sebagai bersih makam para leluhur dan sedulur (saudara), kemudian bersih desa yang dilakukan dari pagi sampai menjelang dzuhur. 

11. Tradisi Lebaran ketupat 

Lebaran ketupat disebut juga dengan Bakda Kupat dilaksanakan seminggu setelah pelaksanaan hari raya Idul Fitri. Ketupat adalah jenis makanan yang dibuat dari beras dengan janur (daun kelapa yang masih muda) dan dibentuk seperti belah ketupat.

Demikianlah pembahasan mengenai tradisi kebiasaan Budaya Islami daerah Jawa.